Trenddjakarta.com – Sehubungan dengan Perkara No. 47/Pdt.Sus-HakCipta/2019/PN.Niaga Jkt.Pst pada Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat, selasa tanggal 26 November 2019, Suyud Margono Associates selaku saksi Ahli Kekayaan Intelektual (HKI)
memberikan penjelasan dan klarifikasi
terhadap Suatu Perkara HKI (Hak Cipta) untuk Gugatan Kepemilikan atas Logo KSBSI (Konfederasi
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia).
Hadir dalam persidangan tersebut, Para Pihak Penggugat diwakili oleh Kuasa Penggugat (LBH Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia/ SBSI) dan Tergugat 1 dan Tergugat 2, dan Tergugat 3 juga dihadiri oleh
Kuasa Tergugat (Tim Advokasi dari LBH Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia/ KSBSI), maka
dengan ini menyampaikan singkat sebagai Saksi Ahli pada sidang pada Selasa, tanggal 26 November 2019 dimuka Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Menyampaikan sekaligus mengklarifikasi sehubungan dengan informasi yang
beredar di khalayak ramai perihal permasalahan yang muncul terkait penggunaan Logo “KSBSI
(Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia)” yang selama ini dipublikasikan dimasyarakat
oleh Dewan Eksekutif Nasional (DEN) Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI)”.
(Tergugat 1) yang secara tanpa hak telah menggunakan Logo yang memiliki kesamaan pada
pokoknya dengan Logo “SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia)” milik Pihak lain
(Penggugat) yang belakangan diketahui dengan etikad tidak baik diguakan/ dipublikasikan
oleh Tn. Mudhofir, SH. (Tergugat 2) bersama-sama dengan Ny. Elly Rositas Silaban (Tergugat 3),
Dasar gugatan yang diajukan Penggugat ini karena alasan hukum berdasarkan
putusan Pengadilan Niaga No. 01/Pdt. Sus/HakCipta/2013/PN.Niaga.Jkt. Pst juncto Putusan
Kasasi Mahkamah Agug RI No. 444 K/Pdt.Sus.HKI/2013 juncto Putusan Peninjauan kembali
(PK) Mahkamah Agung RI No. 24/PK/Pdt.Sus/2015, oleh karena itu Penggugat dapat
mendalilkan sebagai Pemegang Hak Cipta atas nama SBSI yang merupakan singkatan dari
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan Logo SBSI, selanjutnya sebagai Ahli kami mengamati,
membanding dari masing-masing ciri/ karakter logo dengan pendapat/ kesimpulan singkat ,
sebagai berikut :
Logo PENGGUGAT
“Logo SBSI”
Logo PARA TERGUGAT
“Logo KSBSI”
Uraian:
Gambar lingkaran berbentuk rantai dan roda mesin, berwarna hitam
Gambar timbangan sebagai latar Gambar padi
dan kapas, berwarna biru
Gambar Pita warna merah, dengan tulisan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia berwarna putih, terletak dibawah logo.
Kesimpulan:
(tidak identik, tidak memiliki kemiripan
(similaritas)
Uraian:
Gambar berwarna hitam, merah, biru setengah melingkar seperti huruf C didalam nya terdapat tulisan huruf besar KSBSI berwarna biru.
Dibawah Tulisan KSBSI terdapat tulisan
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia berwarna merah
terletak dibawah tulisan/singkatan KSBSI.
Kesimpulan:
(tidak identik, tidak memiliki kemiripan
(similaritas).
Dalam persidangan diperdebatkan tentang pemberlakukan Hak Eksklusif terhadap suatu ciptaan sebagaimana Pasal 1 butir 1 UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sehingga menjadi tolak ukur untuk menilai apakah suatu ciptaan memenuhi kriteria untuk memperoleh perlindungan hak cipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, hal mana sesuai Ketentuan Pasal 2
Persetujuan TRIPs (Trade Related aspect Intellectual Property rights Agreement) Konsepsi yang mendasar hak cipta adalah bahwa hak cipta tidak melindungi ide-ide, informasi atau
fakta-fakta, tetapi lebih melindungi bentuk dari pengungkapan ide-ide, informasi atau fakta-fakta tersebut. Hal mana juga diatur ditentukan oleh negara-negara anggota WIPO (World IP
Organization). Dan ditentukan juga berdasarkan ketentuan pasal 40 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014, ditentukan “Pelindungan Hak Cipta termasuk untuk pelindungan terhadap Ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang
memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut”.
Terkait dengan suatu ide/ pemikiran berdasarkan pengetahuan dari berbagai macam sumber yang dimiliki Pencipta dan telah diwujudkan (expression of ideas) secara tertulis, itu juga merupakan Ciptaan, suatu Logo yang sudah dianggap selesai serta telah diwujudkan dalam suatu hal yang nyata dan khas juga dilindungi sebagai Ciptaan dalam sistem Hukum Hak Cipta, karena untuk mewujudkan (real expression) suatu ide-ide/ gagasan dalam bentuk wujud Ciptaan diperlukan inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau
keahlian sebagaimana ditentukan Pasal 1 butir 3 UU No. 28 Tahun 2014 (UU Hak Cipta).
Adanya Gugatan suatu perkara tentang kepemilikan Ciptaan Logo, namun dalam
perkara merupakan lanjutan Putusan Mahkamah Agung Nomor 378 K/Pdt.Sus-HKI/2015,
maka sengketa yang digugat Penggugat sekarang adalah sama dengan sengketa yang termaktub dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 378 K/Pdt.Sus-HKI/2015, sedangkan
Putusan Mahkamah Agung Nomor 378 K/Pdt.Sus-HKI/2015 yang didalilkan Penggugat tersebut sampai dengan sekarang ini masih dalam proses upaya hukum Peninjauan Kembali
Ke-2 di Mahkamah Agung, karenanya gugatan yang diajukan Penggugat sekarang (perkara aquo) masih tergantung (aanhangig) atau masih berlangsung.
Berdasarkan fakta-fakta hukum diatas, menurut ketentuan Pasal 65 UU No. 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta yang dikutip sebagai berikut :
Pasal 65 pencatatan Ciptaan tidak dapat dilakukan terhadap seni /ukis yang berupa logo atau tanda
pembeda yang digunakan sebagai merek dalam perdagangan barang/jasa atau digunakan sebagai lambang organisasi, badan usaha, atau badan hukum.
Dari ketentuan pasal tersebut diatas, jelas logo bukan termasuk ciptaan yang harus dilindungi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta, “hak eksklusif” adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki
sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi, terkait persangkaan pelanggaran Hak cipta,
di dalam Hak cipta terdapat 2 (dua) Hak yang mendukungnya, yakni, hak ekonomi (economic
rights) dan hak moral (moral rights). Pada umumnya, dalam perkara Pelanggaran Hak Cipta
adalah terjadinya pelanggaran Hak Ekonomi dan/ atau hak Moral dari Pencipta, sehingga
bentuk ganti rugi yang diminta oleh Pencipta/ Pemegang Hak (copyrights holders) terhadap
adanya pelanggaran Hak Cipta adalah tuntutan ganti kerugian atas hak ekonomi berupa ganti
rugi materiil, sedangkan untuk pelanggaran Hak cipta berupa hak moral berupa ganti rugi secara immateriil.
Penggugat sebagai pemilik hak eksklusif telah menderita kerugian materiil maupun immaterial atas tindakan mengumumkan dan menggunakan Ciptaan, namun gugatan
Penggugat menggabungkan objek sengketa antara gugatan Perbuatan Melawan Hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata dengan gugatan Hak Cipta
sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menurut hukum acara tidak dapat digabungkan. Selain itu dalil gugatan mendasarkan gugatan
pada gugatan perbuatan melawan hukum (PMH), sedangkan dalil yang lainnya gugatan
mendasarkan pada gugatan hak cipta (royalti).
Mengenai penggabungan objek sengketa dengan cara mencampuradukan gugatan
dengan dasar hukum perihal perbuatan melawan hukum (PMH) dan Hak Cipta (Hak Royalti),
sehingga mengakibatkan gugatan menjadi kabur, tidak jelas, karena objek sengketa yang
digabungkan padahal fakta hukumnya dketahui saling berlainan dan berdiri sendiri.
Disamping itu dalam dalil gugatan mengkualifikasikan perbuatan pencemaran atas hasil karya dan nama baik secara berulang-ulang mengajukan gugatan terkait logo, oleh karenanya ketidakjelasan mengenai gugatan tersebut, seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard) berdasarkan putusan Pengadilan, namun sebagaimana amanat ketentuan Pasal 95 UU Hak Cipta, penyelesaian kasus ini seharusnya
dapat mempertimbangkan penyelesaian sengketa alternatif (mediasi/ konsiliasi) sehingga terjadi kesepakatan/ perdamaian.
Demikian penyataan singkat atas keterangan Ahli Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Hak Cipta yang
telah disampaikan dalam persidangan dimuka Majelis Hakim dan dihadiri oleh Para Pihak dalam
perkara di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pada tanggal 26 November 2019.
Kiranya dapat di mengerti oleh masyarakat.(Red)