Trenddjakarta.com- Fahrul, SH selaku kuasa hukum dari Tan Sing Liek menyampaikan kekecewaannya atas kinerja pihak penyidik kepolisian Polda Metro Jaya yang menangani laporannya atas kasus pemalsuan yang menimpa kliennya.
Kepada awak media, Fahrul menyampaikan, bahwa kasus ini sudah berjalan enam tahun sejak tanggal 26 September 2014 hingga saat ini kasus tersebut tidak ada tindak lanjutnya.
Akibat lambannya penanganan pihak penyidik Polda Metro Jaya, akhirnya Fahrul melayangkan surat laporan ke Propam Mabes Polri dan ke Presiden Joko Widodo.
Dalam suratnya kepada Propam dan Presiden, Fahrul mengurai bagaimana ketidak profesionalan penyidik Polda dalam memeriksa para saksi terlapor.
Seharusnya, sejak ada pemanggilan pemeriksaan kepada para terlapor, dengan bukti-bukti dan saksi yang sudah cukup kuat untuk menetapkan para tersangka pemalsuan yang telah merugikan kliennya.
Awal laporannya di mulai dengan kronologis Perjanjian kerjasama antara Abdul Chalid pemilik lahan dan Tan Sing Liek seorang pengembang yang adalah pemberi kuasa kepada Fahrul. Kesepakatan antara keduanya terjadi pada 13 Januari 2010.
Bentuk kesepakatannya adalah Tan Sing Liek selaku pihak pengembang dan Abdul Chalid selaku pemilik lahan HGB nomor 760 atas nama Siti Maryam istri Abdul Chalid yang terletak di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Dalam Perjanjian tersebut disebutkan bahwa kewajiban Tan Sing Liek adalah membangun 5 unit ruko di atas tanah tersebut dan sebagai imbalannya akan mendapatkan dua setengah unit ruko yang telah dibangun berikut dengan surat sertifikat atas ruko dimaksud.
Kewajiban daripada Abdul Cholid adalah memecah sertifikat HGB nomor 760. Saat ini sertifikat HGB NO. 760 atas nama Siti Maryam telah dipecah menjadi lima, masing -masing HGB. 1361, 1362, 1363, 3778,3777 juga atas nama Siti Maryam. Ada yang janggal atas terbitnya sertifikat pemecahan ini.
Fahrul,SH selaku Kuasa hukum Tan Sing Liek mengatakan kepada media, “Saya merasa heran atas pemecahan sertifikat hak guna bangunan nomor 760 Atas nama Siti Maryam yang dirubah menjadi 5 (lima) sertifikat yang juga atas nama Siti Maryam. Karena seperti diketahui, bahwa Siti Maryam telah meninggal pada tanggal 16 Mei 2005. Dan Sertifikat pemecahan terjadi pada 20 Desember 2013. Harusnya sertifikat dialihkan kepada ahli warisnya, ujar Fahrul.
Yang lebih anehnya lagi, dalam surat pengukuran nomor 00117 atas Sertifikat HGB no. 1365 luas 397 M2 yang terbit pada 20 Desember 2013, penunjukan dan penempatan batas ditunjukan oleh Sri Yuliarti yang diberikuasa atas permintaan Siti Maryam.
Ini sesuatu yang aneh, bagaimana bisa orang yang sudah mati pada tahun 2005 memberikan kuasa pada tahun 2013. Kuasa juga menunjuk batas tanah di 5 sertipikat kepada Sri Juliati dari Siti Mariam. Kan aneh orang yang sudah meninggal pada tahun 2005 bisa dihidupkan kembali dan menjadi saksi. Ini ada yang janggal. Tambah Fahrul.
Semua ini terungkap berkat adanya perjanjian antara Abdul Chalid dengan pihak Lim Sugianto yang juga berprofesi sebagai pengembang Sementara perjanjian antara Tan Sing Liek diabaikan oleh Abdul Chalid.
Pihak kuasa hukum Tan Sing Liek yang merasa kliennya telah dirugikan akhirnya kami melaporkan permasalah an ini ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/3475/IX/PMJ/Ditreskrimum tanggal 26 September 2014. Dengan dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, diduga pasal 266 KUHP, dengan terlapor Abdul Chalid.
Sementara itu berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan SP2HP ke 7 dengan nomor B/1753/IV/2016/ Reskrimum tanggal 6 April 2016 telah dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada Tan Sing Liek, Junaedi Hidayat Mansyur, Kusuma Amri, notaris Heru Warsito, notaris Udin Narsudin, Rizal Rasyudin dari BPN Jaksel, R. Bambang Muhammad Barkah, Margaretha Nirahua, Lim Sugianto, Sri Yuliarti dan Abdul Chalid.
Sejak dilakukannya penyelidikan dan penyidikan dari tahun 2014 hingga 2020, tidak ada satupun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Selaku kuasa hukum kami merasa heran, mengapa begitu sulit pihak kepolisian mengungkap siapa dalang atas terbitnya Sertifikat ilegal tersebut.
Sementara itu, ujar Fahrul, Klien kami , telah melaporkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan atas pemecahan Sertifikat HGB No760/Pasar Minggu atas nama SITI MARIAM , berubah menjadi HGB 1361, HGB 1362, HGB 1363, SHM 3778, SH 3777 dan SHM 3776.
Bahwa No. Laporan Polisi Klien kami atas dugaan pemalsuaan Sertifikat tersebut adalah No LP/2543/VII/2014/PMJ Dit Reskrimum, tanggal 11 Juni 2014., dan dugaan meyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta authentik No LP/3475/IX/2014/PMJ Dit Reskrimum, tanggal 26 September 2014.
Selanjutnya laporan polisi tersebut kemudian ditangani oleh Penyidik dari UNIT 1 SubDit Harda Reskrimum Polda Metro Jaya. Namun dalam perkembangannya Penyidik telah memeriksa berbagai pihak yang terkait sebagai saksi dalam dugaan tindak pidana pemalsuan tersebut, termasuk pihak Badan Pertanahan Nasional Jakarta Selatan.
Dari hasil penyidikan dan bukti bukti yang telah klien kami sampaikan salah satu bukti antara lain adalah berupa : SHGB : No. 1361/Pasar Minggu A.N. : Tn. LIM SUGIHANTO SURAT UKUR : No.00113 /Pasar Minggu 2013. Dimana Penunjukan Batas, ditunjukkan oleh SRI YULIARTI atas permintaan SITI MARYAM.
Mengenai bukti SHGB ini adalah pecahan dari SHGB No. 760/Pasar Minggu atas nama SITI MARYAM. Pengukuran dan penunjukan batas dilakukan pada tahun 2013, padahal SITI MARYAM yang memberikan kuasa dan permintaan penunjukan batas telah meninggal dunia sejak tahun 2005.
Terkait di SP 3 kasus tersebut, Fahrul mengatakan ” ada dugaan suap oleh pihak terlapor dalam hal ini Lim Sugihanto kepada Aparat Penegak Hukum ” hal ini disampaikannya setelah mendengar langsung dari saudara Thomas Santoso.
Thomas Santoso sendiri sebenarnya adalah pihak yang tidak ada sangkut pautnya dengan laporan yang dilayangkan oleh pihak Tan Sing Liek, maupun dengan Lim Sugihanto.
Kepada Thomas Santoso, Lim Sugihanto (terlapor) pernah berkata bahwa dirinya pusing dipanggil polisi berkali-kali untuk diperiksa terkait pemalsuan surat Tanah Ruko di pasar Minggu. Akhirnya dia cari Chanel orang dalam , habis Notun (2M) gua tembak-tembakin orang dalam, akhirnya dirinya tidak dipanggil-panggil Polisi lagi ujar Thomas kepada media ini.
Lim Sugihanto saat menyatakan menembaki (red; suap ), kepada oknum Polda dirinya telah habis banyak, kalau tidak begitu bisa amsiyong dah ujar Thomas menirukan ucapan Lim Sugihanto saat pertemuan pada tanggal 4 September 2018 di Mc Donald Cibubur yang dihadiri oleh Lim Sugihanto, Hendra, Apin, Thomas dan Monica Santoso.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Monica Santoso, ” Iya saya mendengar percakapan tersebut, karena saya ada disitu. Kami duduk berlima di situ, Lim Sugihanto, Hendra, Apin, Thomas, dan saya sendiri, ujar Monica. Bahkan saya sempat mengambil gambar saat pertemuan itu. Ujar Monica saat di temui dikediamannya di Bekasi, (6/12).
Terkait di SP 3 kasus tersebut,, Fahrul menduga adanya suap kepada penyidik. Dugaan tersebut kalau kita hubungkan dengan cerita Liem Sugianto Kepada Thomas saat pertemuan di McD Cibubur pada tanggal 4 September 2018, dan pada tanggal 27 Juni 2019 akhirnya kasus tersebut di SP 3 oleh Dirreskrimum Polda Metro Jaya, papar Fahrul.(Red)