IAKMI Sebut Tak Perlu Label “Berpotensi Mengandung BPA” Pada Galon AMDK Yang Sudah Terstandarisasi

IAKMI Sebut Tak Perlu Label "Berpotensi Mengandung BPA" Pada Galon AMDK Yang Sudah Terstandarisasi

trenddjakarta.com, JAKARTA – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) menegaskan tidak perlu pelabelan “Berpotensi Mengandung BPA” pada galon air minum dalam kemasan (AMDK) yang sudah terstandarisasi. Atau memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Yang paling penting itu adalah pengawasan penggunaan dari semua jenis air minum yang di jual di pasaran.

“Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan dari masyarakat terhadap produk-produk AMDK yang sudah terstandarisasi. Apalagi belum ada survei yang menemukan sudah ada masyarakat yang terganggu kesehatannya karena mengonsumsi AMDK yang sudah terstandarisasi itu”.  Ujar Ketua Umum Pengurus Pusat IAKMI, Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS., CICS. Ini di katakannya dalam sebuah webinar yang di selenggarakan Pusat Riset Konsumen Ganesha baru-baru ini.
Menurut Hermawan, yang juga seorang akademisi, pakar bidang kesehatan dan pengamat kebijakan kesehatan Indonesia. IAKMI sendiri lebih tertarik untuk melakukan survei terhadap masyarakat yang mengonsumsi produk air minum yang di jual di depot-depot air minum isi ulang ketimbang AMDK yang sudah jelas-jelas terstandarisasi. “Kami menemukan banyak kejadian yang di alami masyarakat yang mengonsumsi air minum dari depot air isi ulang. Ada orang yang mengalami diare, kemudian gangguan ISPA, terutama pada bayi dan balita,” ungkapnya.

Dia menuturkan dari pantauan dan kajian cepat yang di lakukan IAKMI. Terjadinya penyakit pada masyarakat pengguna air minum isi ulang dari depot-depot itu lebih di sebabkan karena adanya paparan bakteri yang ada di “dispenser” atau mesin pompanya. “Jadi, bukan pada sumber air dalam galonnya tapi pada sanitasi dan higienitas prosesnya,” katanya.

Balai Besar Kimia, Farmasi dan Kemasan (BBKFK) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga sudah membuktikan. Bahwa migrasi Bisfenol-A (BPA) dari galon polikarbonat berbagai merek yang di teliti masih jauh di bawah ambang batas aman yang di tetapkan BPOM. Artinya, galon-galon tersebut aman untuk di gunakan sebagai kemasan air minum.

Manajer Teknis BBKFK Kemenperin, Roni Kristiono, menuturkan BBKFK baru-baru ini telah melakukan penelitian terhadap migrasi BPA galon polikarbonat berbagai merek. “Sampai bulan ini kita ada 8 perusahaan yang mengajukan uji migrasi BPA dari galon polikarbonat,” tuturnya.

Dari hasil penelitian yang di lakukan, dia mengungkapkan. Bahwa hasil migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat itu tidak ada yang melebihi ambang batas aman yang di tetapkan BPOM sebesar 0,6 bpj. “Kalau yang masuk ke kita, nilainya itu masih dalam batas ambang semua. Kita juga uji tiga kali setiap 10 hari, tetap masih di bawah batas ambangnya,” tuturnya.

“Rata-rata migrasi BPA dari galon-galon polikarbonat yang kita teliti itu masih jauh di bawah angka 0,012 bpj, juga ada yang 0,1 bpj. Tapi, semua masih di bawah batas ambang aman yang di tetapkan BPOM,” katanya.

Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin juga menyatakan hasil penelitian terbaru terhadap AMDK galon berbahan polikarbonat tidak menunjukkan adanya kandungan zat berbahaya BPA.

Kelompok Studi Polimer ITB telah melakukan penelitian yang menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat.

Di katakannya, studi tersebut berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler. “Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang di uji,” ujarnya.

Artinya, menurut dia, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang di tetapkan otoritas keamanan pangan Nasional & Internasional. Seperti SNI, BPOM dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Penelitian ini menunjukkan semua sampel air minum yang di uji terbukti aman untuk di konsumsi masyarakat. Dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang di tetapkan oleh pemerintah dan juga standar Internasional,” katanya.

Zainal memaparkan penelitian yang di lakukan merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat.  Edukasi mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya dan independen.

Penelitian tersebut mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum Nasional & Internasional. Baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA). Dengan menggunakan detail analisis kimia dari Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).

Di tambahkannya, penelitian di lakukan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya. Dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L). Sedangkan, menurut Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019. Ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).

(Ull)