
trenddjakarta.com, New York/Jakarta, 6 Oktober 2025 – Indonesian Business Council (IBC) menyelesaikan kunjungan strategis ke Amerika Serikat yang bertepatan dengan momentum New York Climate Week 2025. Melalui berbagai rangkaian dialog dan pertemuan yang di gelar. IBC berhasil menempatkan potensi Indonesia dalam pasar karbon dan transisi energi di sorotan global. Langkah ini sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam mitigasi perubahan iklim dunia. Dan yang terutama melalui pemanfaatan potensi alam dan sumber daya yang luar biasa.
Ketua Dewan Pengawas IBC, Arsjad Rasjid mengatakan kunjungan ini merupakan salah satu upaya dalam memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global. Mendorong arus investasi hijau, serta memposisikan investasi iklim yang adil dan inklusif. “Saatnya Indonesia naik kelas di pasar karbon. Kita tidak hanya hadir sebagai pemasok carbon credit berkualitas, tetapi juga sebagai pembuat aturan yang mendorong standar pembiayaan dan kemitraan yang lebih adil,” tambahnya.
Puncak agenda dari kunjungan delegasi IBC adalah “Indonesia Carbon Market Executive Roundtable”. Yang merupakan kolaborasi IBC dengan Pemerintah Indonesia, Kadin Indonesia, Indonesia Climate and Growth Dialogue (ICGD), Intercontinental Exchange (ICE), ASEAN Alliance on Carbon Market (AACM) dan Sustainable Energy for All (SEforALL). Diskusi yang di hadiri oleh Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi ini mempertemukan pejabat tinggi pemerintah, pemimpin industri, investor. Dan organisasi Internasional untuk menyelaraskan kesiapan proyek, integritas pasokan. Serta konektivitas kebijakan dan infrastruktur pasar.
“Investor global mencari kepastian kebijakan, kualitas carbon credit yang terverifikasi, dan kecepatan eksekusi. Tiga hal yang perlu kita pastikan berjalan serentak agar Indonesia menjadi price-maker di kawasan”. Kata Arsjad menegaskan arah IBC dalam penguatan pasar. Sejalan dengan meningkatnya kepercayaan pasar. IDXCarbon hingga Agustus 2025 mencatat perdagangan lebih dari 1,59 juta ton CO₂e dengan nilai hampir Rp78 miliar.
Di New York, IBC juga memfasilitasi diskusi “Science, People and Innovation in Nature-based Solutions as an Emerging Industry and Economic Transformation.” Diskusi ini menekankan pentingnya keekonomian energi hijau di tengah tren power-shoring serta peluang ekonomi biru yang bertumpu pada ekosistem lokal. Diskusi juga menyoroti kebutuhan traceability komoditas pertanian, fokus Amerika Serikat pada infrastruktur air–transportasi–penerbangan. Dan pemanfaatan AI serta analitik data dalam pengelolaan limbah dan material baru.
Bersama Global Alliance for a Sustainable Planet (GASP), IBC juga menggelar diskusi panel “Strategies for a Circular Economy Transition: Investing in Nature, Innovation, and Inclusion”. Sesi ini menyoroti transisi energi, pemanfaatan mineral kritis, dan pendekatan ekonomi sirkular. William Sabandar, COO IBC, menggarisbawahi peran vital Indonesia dalam transisi energi global. “Dengan cadangan mineral kritis dan potensi ekonomi sirkular, Indonesia berpeluang menarik investasi berkelanjutan sekaligus menghadirkan solusi nyata untuk target iklim. Keberhasilan di tentukan oleh mobilisasi modal, dukungan kebijakan. Serta juga inovasi yang inklusif bagi seluruh pemangku kepentingan,” tutupnya.
Rangkaian agenda di New York memperkokoh kredibilitas Indonesia sebagai mitra strategis dalam ekonomi hijau. IBC menindaklanjuti kolaborasi lintas lembaga dan industri untuk memastikan kesiapan proyek, akses pembiayaan. Juga standar pasar yang selaras dengan praktik terbaik global menuju Indonesia Economic Summit 2026.
(***)