
trenddjakarta.com, Jakarta, 23 Oktober 2025 – Di tengah era percepatan teknologi dan perubahan sosial global, Founder & Chair of MCorp, Hermawan Kartajaya, menegaskan perlunya redefinisi menyeluruh terhadap makna marketing dan kepemimpinan bisnis di era kecerdasan buatan (AI).
Melalui HK Special Masterclass LEAD2025 Series ke-3 bertajuk “AUGMENT: Human X Technology Redefined”, yang di selenggarakan oleh MarkPlus Institute, Hermawan mengupas bagaimana sinergi antara manusia dan teknologi menjadi kunci untuk mencapai business impact yang maksimal dan berkelanjutan. Hermawan menjelaskan bahwa penerapan AI seharusnya tidak hanya berfokus pada otomatisasi (automation), melainkan pada augmentasi, yaitu memperkuat kemampuan manusia agar dapat berpikir, berinovasi, dan bertindak lebih strategis.
“Penerapan AI yang efektif bukanlah tentang mengganti, melainkan melipatgandakan kapabilitas manusia. AI cepat dan presisi, tapi tetap membutuhkan Human in the Loop yang membawa nilai-nilai C-I-E-L (Creativity, Innovation, Entrepreneurship, Leadership),” tegasnya.
Kombinasi manusia dan AI di sebutnya sebagai strategi menuju Operational Excellence dan New Differentiation. Memungkinkan perusahaan beradaptasi dengan cepat sekaligus menjaga relevansi nilai kemanusiaan.
Lebih jauh, Hermawan menekankan bahwa marketing bukanlah konsep statis, melainkan aktivitas yang terus beradaptasi terhadap perubahan teknologi, sosial, dan budaya. Ia menjelaskan bahwa teknologi merupakan penggerak utama perubahan. Di ikuti oleh faktor politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pasar. Karena itu, marketer modern di tuntut untuk agile, mampu membaca perubahan, serta mengintegrasikan AI untuk memperkuat produktivitas dan relevansi bisnis.
Sebagai penggagas konsep Marketing 5.0 dan 6.0, Hermawan kini memperkenalkan Marketing 7.0, yang menempatkan kemanusiaan dan teknologi berjalan berdampingan untuk mencapai prosperity, bukan sekadar profit.
“Profit sudah waktunya di tafsir ulang menjadi kemakmuran bersama. Prinsip 5P (People, Planet, Peace, Prosperity, Partnership) harus menjadi fondasi strategi bisnis modern,” ujarnya.
Menurutnya, AI hanyalah co-pilot yang membantu manusia mengambil keputusan dengan cepat dan akurat. Namun, nilai, etika, dan empati tetap berada di tangan manusia.
“Teknologi membantu Anda cepat, tapi manusia membuat Anda berarti,” tuturnya reflektif.
Hermawan mencontohkan bagaimana sejumlah brand lokal mampu menjaga keseimbangan antara teknologi dan sentuhan manusia. Ia menyebut model tech-enabled company sebagai bisnis yang menggunakan teknologi untuk memperkuat hubungan manusia menjadi arah masa depan industri. Model ini menurut Hermawan menunjukkan arah masa depan bisnis. Yaitu lebih ramping, efisien dan berbasis pemahaman mendalam terhadap konsumen.
Hermawan juga memperkenalkan penerapan sistem analisis AI berbasis kerangka MarkPlus, termasuk 5D, 4C, PDB, 9E, dan QCDS (Quality, Cost, Delivery, Service). Di mana PDB
(Positioning, Differentiation, Brand) menjadi inti strategi marketing modern. Di mana integrasi AI memungkinkan perusahaan menilai ulang positioning, memperkuat diferensiasi, dan membangun brand yang relevan dengan kebutuhan pasar. Sementara itu, konsep QCDS membantu perusahaan mencapai efisiensi berkelanjutan dengan menyeimbangkan kualitas, biaya, layanan, dan produktivitas.
Hermawan juga menyoroti pentingnya memahami perilaku generasi muda, terutama Gen Z, yang menuntut immersive experience dan koneksi emosional dengan brand. Perusahaan yang mampu membaca perilaku sosial dan memadukannya dengan teknologi akan memiliki daya saing tinggi di pasar yang dinamis.
“Bagi orang Indonesia, nongkrong itu kebahagiaan. Di situ para marketer harus peka,” ujarnya.
Melalui masterclass ini, Hermawan Kartajaya mengajak para pemimpin bisnis untuk berpindah dari paradigma digitalisasi semata menuju era augmentasi AI, di mana kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia bersatu menciptakan dampak nyata bagi kemajuan bisnis dan kemanusiaan secara berkelanjutan.
(***)







