Carut Marut Pengelolaan Rusun Dapat Memicu Konflik Di Lapangan

Trenddjakarta.com – Bertempat di Kopi Politik Pakubuwono Jakarta Selatan diadakan diskusi publik mengenai Kontroversi Pergub No.132 Tahun 2018 – Terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 khususnya pada Pasal 28 ayat (7) Pergub 132 Tahun 2018 : Dalam pengambilan keputusan pemilihan Pengurus dan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), setiap nama Pemilik Sarusun hanya berhak memberikan 1 (satu) suara walaupun memiliki lebih dari satu sarusun, dinilai Kontra dengat regulasi yang dibuat Pemerintah Pusat, Pergub tersebut disusun dan diterbitkan seakan tidak mengacu kepada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentara Rumah Susun. Karena itu, ketidakpastian bisa memicu konflik dilapangan.

Contohnya yang terdapat pada Pengaturan hak anggota P3SRS  (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Sarusun) yang dirumuskan dalam Pasal 77 UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang RUSUN. Pasal tersebut merumuskan, bahwa:
1. Dalam hal P3SRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak yang sama dengan NPP.
2. Dalam hal P3SRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penghunian
rumah susun, setiap anggota berhak memberikan satu suara.

Praktisi Hukum Sabar Daniel H, SH menyampaikan bahwa “One man one vote” misalnya memiliki 5 unit rumah susun tetapi hanya memiliki 1 suara harus nya setiap unit memiliki hak 1 suara dengan catatan rumah harus di huni. Dengan kata lain bahwa jika Pergub ini sangat memberatkan maka harus diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Penggunaan sistem hak suara pemilihan pengurus dan pengawas P3SRS berdasarkan one man one vote pada Pergub No.132 tahun 2018 pasal 29 ayat 7 justru bertentangan dengan semangat yang justru diatur dalam Undang-Undang Rumah Susun sendiri yakni pada tahapan pengelolaan, maka menggunakan mekanisme pemungutan suara berdasarkan NPP.

Pengambil Keputusan dari Gubernur sampai Menteri harus mendengarkan apa yang menjadi keberatan dari masyarakat maupun P3SRS untuk bisa direvisi kembali, jelas John R. Keliduan, SH sebagai perwakilan P3SRS.

Pengelolaan rusun saat ini sangat carut-marut, apalagi dengan adanya Pergub yang baru, bila mengacu pada Permen mestinya mengacu pada hukum dan perundang-undangan. Jadi ketika Undang-Undang itu diterbitkan tidak harus serta merta menghilangkan Kontrak Karya yang dilaksanakan saat ini.

“Kalau konteksnya implementasi harus mengacu pada mekanisme tentang Undang – Undang Rusun itu sendiri.
Bila dalam Pergub ini merugikan bagi para penghuninya maka harus dicarikan jalan keluar untuk keadilan bersama,” ujar Ridwa Darmawan, SH, selaku Pengamat Kebijakan Publik.

Ridwa juga menambahkan bahwa Pemerintah pusat dalam hal ini Negara haruslah hadir dalam menyelesaikan masalah ini untuk rasa keadilan bagi semua. [Ully]