
trenddjakarta.com – Melalui penelitian lintas disiplin yang menggabungkan teknologi mutakhir dan pendekatan humanis, Monash University memperkuat komitmennya dalam mendukung deteksi dini, pencegahan, dan perawatan demensia secara global, termasuk di Indonesia. Temuan terbaru ini di harapkan dapat membantu masyarakat mengenali tanda-tanda awal demensia dan mengambil langkah pencegahan yang optimal.
Demensia merupakan gangguan otak progresif yang secara bertahap menurunkan kemampuan kognitif. Mulai dari daya ingat dan kemampuan berpikir hingga keterampilan berkomunikasi. Secara global, penyakit Alzheimer’s menjadi penyebab paling umum, mencakup sekitar 60–80 persen dari seluruh kasus demensia.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 50 juta orang di seluruh dunia saat ini hidup dengan demensia . Dan jumlah tersebut di perkirakan melonjak menjadi 152 juta pada tahun 2050. Sementara itu, hampir 10 juta kasus baru demensia teridentifikasi setiap tahunnya, termasuk sekitar 6 juta kasus di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian di lakukan di Jawa dan Bali yang memiliki prevalensi tinggi melebihi 20 persen. Secara Nasional, demensia akibat Alzheimer menyumbang sekitar 27,9 persen dari seluruh kasus, dengan lebih dari 4,2 juta orang Indonesia saat ini hidup dengan kondisi tersebut.
Selain berdampak pada individu dan masyarakat, ini juga menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar. Setiap tahun, biaya yang mencakup pengeluaran untuk perawatan langsung dan kerugian produktivitas di perkirakan mencapai lebih dari 1,3 triliun dolar AS.
Kehadiran keluarga berperan penting dalam merawat penyandang ini, terlihat dari tingginya keterlibatan mereka dalam jaringan dukungan, yaitu kelompok atau komunitas yang memberikan bantuan, informasi, dan dukungan emosional bagi pendamping dan keluarga. Dalam sebuah focus discussion group (FGD) bersama Alzheimer Indonesia (ALZI), 54 persen peserta tercatat sebagai pendamping utama dari anggota keluarga yang hidup dengan demensia. Temuan ini menegaskan besarnya kontribusi keluarga. Sekaligus mengungkap tantangan yang di hadapi pendamping muda. Yang harus membagi waktu antara merawat, bekerja atau menempuh pendidikan.
Faktor risiko dan pencegahan demensia
Penelitian terbaru Monash University yang di publikasikan di Monash Lens dengan judul “The Hunt for Dementia’s Hidden Clues” mengungkap pendekatan baru untuk memahami tanda-tanda awal demensia yang sering kali luput dari perhatian .
Meski banyak menyerang orang-orang berusia 60 tahun ke atas, demensia tidak selalu di sebabkan oleh proses penuaan alami. Penelitian yang di pimpin oleh Professor Matthew Pase dari Ageing and Neurodegeneration Research Program, School of Psychological Sciences Monash University, menunjukkan bahwa hingga 50 persen kasus demensia dapat di cegah melalui pengelolaan faktor risiko utama sejak dini.
“Penelitian kami menunjukkan bahwa kesehatan dan gaya hidup dapat memengaruhi kesehatan otak seseorang hingga usia 40 tahun ke atas. Karena belum ada obat untuk demensia, penelitian tentang faktor risiko dan pelindung menjadi sangat penting,” ujar Profesor Pase.
Berdasarkan laporan The Lancet Commission (2024) tentang Pencegahan, Intervensi, dan Perawatan Demensia. Yaitu terdapat 14 faktor risiko demensia yang dapat di modifikasi. Dari segi kondisi kesehatan, faktor risikonya mencakup kemungkinan cedera otak, gangguan pendengaran, hipertensi, diabetes, gangguan penglihatan yang tidak di obati. Dan juga kadar kolesterol tinggi. Sedangkan dari sisi gaya hidup, faktor risiko demensia bisa berasal dari kualitas pendidikan yang rendah di masa kecil, isolasi sosial, polusi udara, kurangnya aktivitas fisik. Dan juga kebiasaan merokok serta konsumsi alkohol berlebih, yang di sertai stres.
Untuk menjaga kesehatan otak sebagai upaya mencegah demensia, tidur yang berkualitas bisa menjadi salah satu solusi terbaik. Menurut hasil riset Professor Pase, penurunan fase tidur dalam (deep sleep) sebesar satu persen per tahun pada lansia, dapat meningkatkan risiko demensia hingga 27 persen. Fase tidur ini sangatlah penting karena membantu otak membersihkan limbah metabolik, termasuk membuang protein yang menumpuk pada penyakit Alzheimer.
Data dari riset penting ASPREE-XT yang di pimpin para peneliti di Monash School of Public Health and Preventive Medicine menunjukkan. Bahwa indikator fisik, seperti kecepatan berjalan dan kekuatan genggaman tangan dapat menjadi tanda awal risiko demensia. Bahkan sebelum gejala kognitif muncul. Salah satu pemimpin riset, Professor Joanne Ryan, Heads of Biological Neuropsychiatry and Dementia Research Unit, School of Public Health and Preventive Medicine (SPHPM) Monash University. Menunjukkan bahwa aktivitas mental seperti menulis jurnal, mengikuti kelas pelatihan, dan mengerjakan teka-teki dapat menurunkan risiko demensia sekitar 9–11 persen. Sementara aktivitas yang melibatkan kreativitas seperti merajut atau membuat kerajinan dapat menurunkan risiko hingga 7 persen.
Terobosan teknologi untuk pencegahan dini demensia
Untuk mengurangi dampak demensia secara global. Monash University berkomitmen mempercepat upaya pendeteksian dan pencegahan dengan menggabungkan pendekatan multidisipliner dan inovasi dalam riset mutakhir.
Dalam sebuah riset Internasional yang di pimpin oleh Professor Adeel Razi, Head of Computational Neuroscience Laboratory, Monash University. Teknologi functional MRI (fMRI) terbukti mampu memantau perubahan pada jaringan otak yang di kenal sebagai default mode network (DMN). Temuan ini memungkinkan prediksi risiko ini hingga sembilan tahun sebelum diagnosis, dengan tingkat akurasi lebih dari 80 persen.
Sementara itu, Dr. Taya Collyer, biostatistician di National Centre for Healthy Ageing, Monash University. Sedang mengembangkan metode kecerdasan buatan (AI) yang memanfaatkan pendekatan Natural Language Processing(NLP). Teknologi ini memungkinkan penghitungan jumlah kasus demensia secara lebih akurat untuk keperluan epidemiologi. Langkah ini sangat penting bagi otoritas kesehatan agar dapat memahami skala krisis secara tepat. Dan merencanakan layanan dukungan serta alokasi sumber daya di masa depan secara efektif.
Melalui penelitian lintas di siplin ini, Monash University bertujuan memperluas pemahaman global tentang demensia. Mulai dari mengidentifikasi faktor risiko dan mengungkap mekanisme biologis hingga mengembangkan strategi intervensi yang efektif.
(***)







