Trenddjakarta.com, Jakarta-Trubus: Dari sisi transparansi, dari sisi kebijakan publik sangat menonjol. Ada apa sesungguhnya? Marah2nya kapan, terungkapnya kapan. Kinerja dari sisi kebijakan publik, ada beberapa kinerja yang lebih menonjol adalah kontroversinya. Seperti KKP, Menhukham.
Menteri terkesan lepas dari tupoksinya. Lemah koordinasi dan kolaborasi dengan daerah dalam penanganan kesehatan. Data insentif kesehatan yang belum dicairkan belum klir.
Mengenai rapid tes dan PCR berbayar. Seharusnsya sejak awal beri rambu2 agar jangan ada yang aji mumpung.
Saya juga sorot Mensos. Lemah dalam pembagian jaringan pengaman sosial. Sempat ada polemik berkepanjangan. Data bermasalah. Pola penyalurannya tidak tepat.
Kemenko perekonomian soal Kartu Pra Kerja, ada konflik kepentingan. Saya lihat ketidakmampuan. Kemenperin soal perijinan operasional yang berdampak pada penularan Covid.
Kemenaker, banyak PHK.
Kemenpar, PHK juga banyak terjadi di banyak hotel.
Kementan, ini juga aneh kebijakannya. Nggak jelas. Ada pembodohan publik di situ.
Kementerian PAN, moratorium PNS.
Kinerja antarkementerian tidak terlihat. Belakangan ada tiga kementerian yang mengecewakan.
Aspek transparansi dan aspek akuntabilistas. Ini akan berhubungan dengan efek domino yang akan terjadi di daerah, penanganan Covid-nya jadi nggak tertangani dengan baik.
Herman: Ini biasa saja untuk test the water. Soal Covid, ada optimisme presiden ini akan tertangani.
Kedua, pada situasi pemimpin melihat tidak memuaskan bagi dirinya, tentu akan ada dua, sedih atau marah.
Isu resufel ini bisa menjadi stimulus politik ke ekonomi. Tapi saya lihat ini juga belum terlihat efeknya.
Ini tergantung respon atas statemen presiden. Kalau bagus, berarti bakal resufel. Tinggal mencari instrumen mana yang akan menjadi magnitude presiden untuk resufel. Kalau saya pahami, titik terberat Pak Jokowi adalah sektor ekonomi. Berbagai instrumen sedang banyak dimainkan dan menunggu respon publik.
Jerry: Apakah ini sandiwara karena ada bacaan2 yang harusnya nggak perlu. Ini seharusnya presiden melihat kebutuhan publik, bukan sekadar keinginan.
Kedua, mimpi bisa, tapi actionnya mana? Harusnya pak Jokowi juga melihat menteri2 mana yang lemah dan banyak bikin gaduh. jangan terlalu banyak asumsi. To the point saja. Bilang gagal kalau gagal. Harusnya, dibentuklah tim ahli di belakang Jokowi (untuk bahas resufel). Sebetulnya kabinet sekarang bukan kabinet yang menyenangkan kuping.
Bagaimana dengan tiga dapur di Istana Kepresiden? Ini kan sebenarnya kecekatan presiden melihat. Di partai2 pendukung Jokowi banyak kok kandidat menteri yang hebat untuk gabung di kabinet.
kalau tidak ada resufel, kepercayaan publik akan menurun. Perlu resufel.
Pangi: Pertama, resufel kalau berbasis politik (bukan letupan kinerja) nggak ada berkorelasi ke peningkatan kinerja. Bukannya trust yang didapat, tapi malah muncul distrust. Yang laing mahal itu kan kepercayaan publik.
Jokowi juga pernah bilang nggak ada beban. Kalau nggak ada beban, ya, resufel saja.
Ya, senyap saja. Nggak perlu juga marah2 dipublikasikan. Efeknya apa? Selama sharing power saja, saya pikir itu musibah demokrasi juga. Harusnya lihat kinerja.
Jokowi seharusnya lebih paham. Bila perlu bikin tim penilai KPI.
Kalau Pak Jokowi mau resafel, tapi hasilnya harus ada peningkatan? Jangan sampai salah rekrut. Karena yang repot presiden sendiri. Jangan menteri jadi beban presiden. Strong leadership vs kinerja menteri.
Kalau ganti pemain, ganti saja. Jangan kurangi jatah parpol. Minta ke parpol yang cakep. Jangan sampai berhadapan dengan partai. Kasihan juga kalau menteri dimarahi, tapi efeknya nggak ada. Gunakan dong hak prerogratif secara penuh. Jangan jadi hanya gorengan media.
Wempy: dramaturgi resafel. Ini menggambarkan siapa di belakang resafel. Secara historis, Jokowi sebenarnya sudah pernah lakukan. Harusnya nggak ada masalah lagi soal kebijakan resafel.
Soal marah2, saya pikir hanya untuk mendobrak untuk dorong kinerja dan gaya komunikasi istana sebelumnya.
Soal resafel, ini tergantung rating approval. hasil survey menunjukkan RA itu di bawah 55 persen. Ini sangat rendah sekali. Kalau ini basisnya, ini sudah sepatutnya resafel.
Masalahnya, di sini ada kompromi politik.
memang agak sulit bicara koalisi. 1, kesamaan ideologi, 2. kepentingan. Apa visi misi sama. Saya kira nggak ada persoalan kalau sama. Masalahnya mereka juga punya keinginan politik untuk 2024 meningkatkan elektoral.
Kita tidak bisa berharap kalau partai hanya mengirim orang terdekat, bukan terbaik.
Isu ini tidak terlepas dari konstelasi perpolitikan nasional. PAN dan PD lakukan pendekatan politik ke Jokowi. AHY menuju 2024.
Emrus: Kita harus melihat dengan jernih melihat penyelesaian dampak Covid. Yang jadi persoalan, sistem politik. Multipartai.
Ini masalah luar biasa. memang dibutuhkan seorang pemimpin yang perlu terobosan. Masih ada menteri yang belum bekerja ekstraordinari menghadapi masalah yg ekstraordinari.
Soal topik, ya, semua orang pasti berdrama. Dalam konteks politik, tidak jauh perbedaan di belakang panggung dan di depan panggung. Tapi lihat momentum. Kalau dikatakan apakah ini sandiwara, saya setuju. Pasti ada drama di balik ini. Ini wajar.
Soal strong leadership, saya pikir Pak Jokowi punya itu. Tapi lihat latar belakang, sistem multipartai. Sistem kita harus ditata. Apakah masih harus 10 partai atau 2 saja. Siapapun presidennya, kalau dengan multipartai, sulit mempunyai strong leadership.
Tapi, dari aspek lain juga harus kita bongkar.
Perlu resafel? Kalau tidak perform, resafel. Tapi jangan lihat dari satu kacamata saja.
Reza: Sejak awal periode kedua, Pak Jokowi lupa menurunkan sebagai indikator kinerja kabinet. Apakah mencapai harapan atau tidak. Dalam konteks ini kita jadi sulit menilai. Semakin komplikatit karena ada pandemi ini.
Sistem multipartai, ya, turut berkontribusi memperumit presiden meresafel. Tapi, saya kira isunya bukan lagi soal soliditas. Sekarang dukungan pemerintah absolute majority. Kalau memasukkan partai baru, tidak ada insentif politik yang signifikan.
Tidak ada indikator kinerja untuk mengevaluasi.
Bagaimana resafel sebagai kebutuhan untuk menghadapi persoalan ke depan?
presiden perlu pertimbangan evaluasi apakah kompatibel dengan tantangan yang harus kita hadapi. termasuk soal penyerapan anggaran.
Semua, dari parpol dan profesional, semua rentan diresafel. Perlu perbaikan manajerial presiden. Supaya jangan ada yang overlapping.
Jurnalis: TIM/KS1
(Red)